Buletin BSNP Nomor 4 Tahun 2017

Tags

Buletin BSNP Nomor 4 Tahun 2017

Buletin BSNP Nomor 4 Tahun 2017 - Pada tanggal 6 September 2017 Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Perpres ini mendapat sambutan positif dari masyarakat dan bahkan dalam waktu singkat telah menjadi viral positif yang memberikan angin segar dan harapan baru. Masyarakat juga menilai Perpres ini merupakan keputusan yang bijak sebagai solusi yang menguntungkan (win-win solution) terhadap isu yang bergulir, yaitu kebijakan lima hari sekolah yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 
Buletin BSNP Nomor 4 Tahun 2017
Buletin BSNP Nomor 4 Tahun 2017
Secara tegas Pasal 9 dari Perpres tersebut menyatakan bahwa pe- nyelenggaraan PPK pada Satuan Pendidikan Jalur Pendidikan Formal dilaksanakan selama 6 (enam) atau 5 (lima) hari sekolah dalam 1 (satu) minggu. Ketentuan hari sekolah diserahkan pada masing-masing Satuan Pendidikan bersama-sama dengan Komite Sekolah /Madrasah dan dilaporkan kepada Pemerintah Daerah atau kantor kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama setempat sesuai dengan kewenangan masingmasing. Dalam menetapkan 5 (lima) hari sekolah, Satuan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah memper timbangkan: (a) kecukupan pendidik dan tenaga kependidikan, (b) ketersediaan sarana dan prasarana, (c) kearifan lokal, dan (d) pendapat tokoh masyarakat dari/atau tokoh agama di luar Komite Sekolah/Madrasah. 

Lebih penting lagi, dalam Perpres ini secara eksplisit disebutkan delapan belas nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter yang harus ditanamkan kepada peserta didik, yaitu nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungjawab. Proses penanaman nilai-nilai tersebut, dapat dilakukan melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal. Artinya, sekolah, masyarakat, dan keluarga memiliki tanggungjawab masing-masing dalam penguatan pendidikan karakter. 

Adapun dalam teknis pelaksanaannya, secara eksplisit Perpres tersebut mengamanatkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Pemerintah Daerah sebagai pihak yang bertanggungjawab dengan dikoordinir oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. 

Di satu sisi, masyarakat perlu bersyukur sebab Perpres tersebut telah menjadi solusi dan penengah atas polemik yang ada. Namun, di sisi lain, masyarakat tidak boleh lengah bahwa permasalahan karakter bangsa ini tidak akan selesai secara instan dengan adanya Perpres tersebut. Sebab untuk mewujudkan amanat Perpres tersebut, aparatur pemerintah bersama masyarakat masih harus kerja keras untuk menerjemahkannya ke dalam program kerja yang konkrit dan terukur. 

Melalui tulisan ini, penulis ingin merinci benang merah dan implikasi dari Perpres PPK terhadap Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan kurikulum. Dengan demikian, mulai sekarang ini kita mesti meninggalkan polemik yang kurang sehat tentang full day school untuk bekerja dan fokus pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui standarisasi dan implementasi kurikulum. 

Peran BSNP 

Sebagaimana kita maklumi bersama, negara Indonesia sejak tahun 2003 menerapkan pendidikan berbasis standar.  Spirit pendidikan berbasis standar ini dituangkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ada delapan standar nasional pendidikan (SNP) yang diamanatkan undang-undang, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. 

Dari delapan standar tersebut, ada empat standar yang menjadi acuan pengembangan kurikulum, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Keberadaan Perpress tersebut, secara langsung memiliki implikasi terhadap SNP yang menjadi kewenangan BSNP dan kurikulum yang menjadi kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Hasil evaluasi dan kajian yang dilakukan BSNP selama dua tahun terakhir ini menunjukkan rumusan kompetensi masih terkotak-kotak dalam dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Selain itu keterkaitan dan keselarasan antara SKL, Standar Isi (SI), Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang ada di dalam dokumen kurikulum, masih belum terlihat secara jelas. Artinya, masih ada missing link antar stadar. Gradasi kompetensi dari jenjang SD/MI sampai ke SMA/MA juga masih kabur, karena hanya dibedakan dengan lingkup wilayah (lokal, nasional, dan internasional), bukan pada substansi keilmuan dan kompetensi. Padahal keberadaan delapan standar nasional tidak dapat dimaknai secara parsial atau terpisah-pisah, tetapi mesti dimaknai secara menyeluruh. 

Menyadari adanya kelemahan standar tersebut, SNP yang ada perlu ditinjau kembali dan dilakukan penyesuaian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan masa depan. Hasil kajian BSNP juga menunjukkan rumusan kompetensi yang selama ini terpisah-pisah antara sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga perlu diintegrasikan menjadi satu kesatuan. Artinya, dalam sebuah rumusan kompetensi terdapat sikap, pengetahuan, dan keterampilan dengan porsi atau bobot yang berbeda. Pada satu rumusan, bisa jadi bobot keterampilan lebih dominan dibanding bobot pengetahuan dan sikap. Penyatuan tiga dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan perlu dilakukan sebab ketiga dimensi tersebut bukan merupakan aspek yang tidak saling terpisahkan tetapi saling melengkapi antara satu dengan yang lain. 

Selanjutnya, rumusan kompetensi perlu disusun dengan membuat gradasi dari SD/MI, SMP/MTs sampai dengan SMA/ MA. Gradasi kompetensi disusun secara lebih operasional, jelas, dan terukur untuk mengidentifikasi pencapaian kemampuan peserta didik antar satuan pendidikan. Artinya, adanya gradasi ini untuk menunjukkan perbedaan kemampuan yang harus dikuasai peserta didik pada masing-masing jenjang.  Selain adanya tiga dimensi kompetensi, sikap pengetahuan dan keterampilan, perlu ditetapkan area kompetensi 

Untuk memperjelas kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Dalam konteks ini, telah diidentifikasi tujuh area kompetensi, yaitu keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME, kebangsaan dan cinta tanah air, karakter pribadi dan sosial, kesehatan jasmani dan rohani, literasi, kreativitas, dan estetika. Tujuh area kompetensi tersebut, jika dipetakan akan terlihat sebarannya pada tiga dimensi kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Khusus untuk SMK, selain tujuh area tersebut ada tambahan dua area lagi, yaitu kemampuan teknis dan kewirausahaan. 

Lebih lanjut, hasil kajian BSNP juga menunjukkan adanya perluasan makna literasi dari membaca dan menulis kepada literasi tentang pengetahuan (knowledge literacy) yang meliputi bahasa dan sastra, matematika, sain, sosial budaya, teknologi, informasi dan media serta literasi untuk kehidupan (literacy for life survival). Berdasarkan dua pemahaman tentang literasi ini, maka istilah literasi dijadikan satu dari tujuh area kompetensi. 

Posisi Kurikulum 

Secara konseptual, dalam rangka penerapan pendidikan karakter, ada tiga aspek yang perlu penguatan dalam struktur kurikulum, yaitu substansi keilmuan, karakter, dan budaya.  Penguatan substansi keilmuan ini tercermin dari rumusan SKL dan Standar Isi pada dokumen SNP dan rumusan kompetensi inti dan kompetensi dasar pada dokumen kurikulum. Dokumen SNP disiapkan oleh BSNP sebagai lembaga  independen dan professional, sedangkan dokumen kurikulum disiapkan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan(Puskurbuk) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pola pikir yang perlu diluruskan adalah kurikulum mengikuti SNP, bukan SNP mengikuti kurikulum. Peguatan karakter bisa dilakukan melalui kegiatan kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler secara terpadu dan proporsional. Penguatan budaya menjadi tanggungjawab tiga institusi pendidikan, yaitu formal, nonformal, dan informal. Peran masyarakat, pemerintah, guru, orang tua siswa menjadi sangat penting. 

Oleh karena itu, pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tepatnya Puskurbuk dan Puspendik bersama BSNP, perlu menyusun peta jalan pengembangan SNP serta implimentasinya dalam proses pembelajaran dan penilaian, khususnya peneyiapan dokumen yang menjadi basis implementasi kurikulum. Dengan demikian, implementasi kurikulum 2013, secara efektif dan tertata dari hulu hingga ke hilir, dapat diterapkan pada awal 2019. Hal ini akan menjadi warisan (legacy) yang akan dikenang dalam sejarah pendidikan nasional. 

Setelah dokumen SNP, kurikulum, dan buku teks pelajaran disiapkan, pekerjaan rumah berikutnya yang perlu diseesaikan adalah peningkatan kompetensi guru. Bagian ini menjadi tanggungjawab Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemdikbud. Dalam penanaman karakter, keteladanan dari seorang guru menjadi kunci utama. Sebab penanaman karakter tidak bisa hanya sekedar diajarkan, tetapi harus dilakukan melalui keteladanan. (BS)

Bisa dijelaskan, bagaimana posisi Ujian Nasional dalam Sistem Pendidikan Nasional?

Jawabannya terdapat pada link download berikut.

LINK DOWNLOAD atau langsung DI SINI


Demikian uraian singkat materi, semoga bermanfaat.

Terbaru:

Admin sampaikan banyak terima kasih bagi yang telah berkunjung di blog ini, dan semoga tetap untuk berkunjung dengan materi yang berbeda, serta jangan lupa bagikan kepada teman-teman baik yang telah berwujud file/dokumen maupun link blog kami ini http://fileledukasi.blogspot.co.id

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon